Maulid Nabi Kampung Islam Kepaon, Bali

Foto oleh: Johannes P. Christo


Kampung Islam Kepaon, Desa Pemogan, Denpasar yang dahulu bernama Kampung Bugis merupakan desa cikal bakalnya umat Islam di Bali. Banyak dari warganya adalah orang asli Bali, sejak jaman dahulu mereka sudah memeluk agama Islam. Desa ini memiliki kaitan erat dan sejarah panjang dengan Puri Pemecutan Denpasar, karena para pemuda perantauan dari Bugis yang merantau ke Bali juga ikut serta berperang melawan penjajah bersama para perajurit Puri Pemecutan Denpasar dalam perang Puputan Badung.

Perayaan Maulid Nabi di desa tersebut dirayakan sangat meriah dimulai dari tradisi pembuatan gunungan telur yang dihias dan diberi buah-buahan (Bale Suci), telur dilambangkan sebagai lahirnya Nabi Muhammad SAW, buah-buahan sebagai simbol kemakmuran dan hiasan adalah wujud kemeriahan Maulid Nabi. Pada sore harinya telur-telur tersebut akan dibagikan kepada para warga sekitar.

Selain itu digelar pula tarian khas Kampung Islam yang bernama Tari Rodat, tarian ini dibawakan oleh beberapa orang pemuda yang berseragam dan membawa pedang sebagai simbol keadilan dan syariat Islam yang harus ditegakan. Nama “Rodat” diberikan oleh Raja Pemecutan, Denpasar kepada para pemuda muslim yang ikut berperang melawan penjajah dalam perang Puputan Badung, dan sekarang dijadikan kesenian tari khas Kampung Islam Kepaon, tradisi ini sudah berlangsung sejak 600 tahun yang lalu.
(Sumber: H. Ishak Ibrahim, Tokoh Masyarakat Tertua Kampung Islam Kepaon)

Disamping acara-acara yang sudah menjadi tradisi turun-temurun, panita juga mengelar acara sunatan masal, pengobatan gratis, donor darah sampai bazar, hal ini bertujuan agar meramaikan perayaan Maulid Nabi di Kampung Islam Kepaon.



Pasar Raya Sekaten

Foto : dim

Sebelum Maulud Nabi (20/3/08) selama kira-kira satu minggu lebih Keraton Yogyakarta rutin mengelar Pasar Malam atau yang dikenal dengan Sekaten. Area alun-alun Utara disulap menjadi sebuah pasar yang berisi aneka stan-stan pameran atau dagangan. Pada bagian lain tampak juga beberapa arena permainan dan hiburan. Sekaten Mulud tahun ini agak berbeda dengan sekaten yang digelar sebelumnya, kali ini tampak sepi, para pekerja arena hiburan banyak bersantai dan tidur-tiduran kerna tidak banyak pengunjung, sekelebat tampak juga pengunjung yang datang bersama kerabat mereka tidak begitu menikmati kedaan itu.




Omed-omedan : tradisi ciuman di Bali

foto : dim & Johannes P. Christo

Omed-omedan_Salah satu tradisi laki-laki dan perempuan muda Bali berciuman dalam rombongan. Tradisi ini diselenggarakan rutin setelah hari raya Nyepi oleh Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar. Pada tahun ini mereka mengelar Tradisi "Omed-omedan" tersebut di jalan sesetan, Denpasar, Bali (8/3/08)
. Tradisi ini dipercaya oleh warga setempat dapat menghindarkan desanya dari bencana serta mempererat persaudaraan.


________________________________________


Mengarak Ogoh-Ogoh sebelum Nyepi

foto : dim

Malam sebelum hari raya Nyepi masyarakat Bali mengarak Ogoh-Ogoh berkelililing kota sebagai simbol pembersihan lingkungan dari pengaruh jahat. Setelah itu pada hari Jumat (7/3) mulai jam 06:00 WITA aktivitas masyarakat Hindu benar-benar berhenti total hingga hari Sabtu (6/3) pada jam yang sama.






Foto oleh: Johannes P. Christo



Upacara Melasti

Foto oleh: Johannes P. Christo



Tiga hari menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1930 di Bali sejumlah umat Hindu melaksanakan upacara pensucian diri dan bend-benda pusaka di pantai, yang biasa dikenal dengan upacara “Melasti”. Ratusan umat Hindu datang berbondong-bondong sambil membawa sesaji dan benda-benda pusaka di Pantai Padang Galak, Sanur, untuk melakukan sembahyang di pinggir pantai, yang akan dilanjutkan dengan turun ke pantai untuk mencelupkan kaki, benda-benda yang dianggap pusaka dan perlengkapan upacara ke air laut sebagai simbolis penyucian dalam upacara "Melasti".
Terlihat para “Pemangku” pemimpin ritual umat Hindu memercikan air suci kepada para umat Hindu yang bersembahyang. Disela-sela ritual upacara Melasti, nampak ritual "Ngurek", yaitu sebuah ritual oleh beberapa umat Hindu yang Kerauhan (kesurupan) para roh, dalam keadaan itu mereka kehilangan kesadaran dan menusuk dirinya dengan sebialah keris tepat di dada tanpa rasa sakit dan mengeluarkan darah.


___________________________________________________________________

MELASTI _KUTA
foto : dim








Bagi-Bagi Angpao dan Tari Barong, Tutup Perayaan Cap Go Meh, Bali

Foto oleh: Johannes P. Christo

Cap Go Meh merupakan perayaan hari ke 15 setelah Tahun Baru Cina atau Imlek (21/02/08) dan juga sebagai penutup rangkaian Imlek bagi komunitas migran Tionghoa yang tinggal diluar Tiongkok, setelah Cap Go meh masyarakat etnis Tionghoa tidak diperbolehkan mengucapkan Selamat Tahun Baru Cina (Gong Xi Fat Chi).

Seperti perayaan Cap Go Meh lainnya di Indonesia, di Bali sekalipun hujan turun sejak pagi hari, tidak menyurutkan masyarakat keturunan Tionghoa yang ingin bersembahyang di Vihara yang terletak di Kuta, tidak ketinggalan ada juga orang Hindu Bali yang ikut bersembahyang untuk menghormati perayaan tersebut. Malam harinya pesta perayaan Cap Go Meh ditutup dengan tarian khas Tionghoa, tari Barongsay dan Liong serta tidak lupa bagi-bagi Angpao untuk anak-anak.